Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementeriaan Agama, Rohadi Abdul Fatah menyatakan, sekitar 20 persen masjid dari 763 ribu masjid di Indonesia tidak mengarah kiblat. Perubahan arah tersebut terjadi akibat gempa bumi sehingga menimbulkan pergeseran tanah.
"Paling yang melenceng 20 persen," kata Rohadi di Jakarta, Rabu (27/1) membantah pendapat bahwa ada 80 persen masjid di Indonesia dan kuburan muslim belum mengarah ke kiblat dengan benar.
Pendapat tersebut dilontarkan Direktur Lembaga Rukyatul Hilal Indonesia, Drs Mutoha Arkanuddin pada seminar "Verifikasi arah kiblat untuk kemaslahatan umat Islam," yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta, beberapa waktu lalu.
"Pendapat itu ngawur, yang terjadi pergeseran hanya di masjid-masjid yang berlokasi di daerah gempa seperti Yogyakarta, Tasikmalaya dan Sumatera Barat," kata Rohadi seraya menambahkan pergeseran maksimal sampai 20 derajat.
Namun demikian, lanjut Rohadi, pengurus masjid apabila mengetahui kalau masjid yang diigunakan bergeser cukup dibetulkan tidak harus membongkar semua bangunan. "Kalau terjadi pergeseran diubah shafnya saja, tidak perlu dibongkar," tambahnya.
Menurut dia, salah kiblat tidak terlalu mempengaruhi makna dan kekhusyukan shalat dari shalat tersebut, karena semua tergantung niat. "Tidak jadi permasalahan, shalatnya sah," tandas Rohadi.
Untuk meluruskan masalah kiblat ini, kata Rohadi, Kementerian Agama telah membentuk sebuah tim yang siap turun ke masing-masing daerah untuk mengukur kembali arah kiblat itu. "Tim pengukuran arah kiblat ini gratis," tandasnya. Adapun peralatan yang digunakan adalah teodolit, JPS dan kompas serta paling utama pengamatan terhadap matahari.
Ditambahkan, untuk mengukur arah kiblat dengan matahari masyarakat pun bisa melakukan pada tanggal 28 Mei mendatang jam 16.18 dan tanggal 16 Juni pukul 16.27 dengan menancapkan sebilah bambu.
"Saat itu posisi matahari persis di atas Ka`bah, maka arah lawan bayangan bambu itu adalah posisi kiblat dari tempat tersebut," jelas Rohadi seperti dilansir situs redmi Depag.
"Paling yang melenceng 20 persen," kata Rohadi di Jakarta, Rabu (27/1) membantah pendapat bahwa ada 80 persen masjid di Indonesia dan kuburan muslim belum mengarah ke kiblat dengan benar.
Pendapat tersebut dilontarkan Direktur Lembaga Rukyatul Hilal Indonesia, Drs Mutoha Arkanuddin pada seminar "Verifikasi arah kiblat untuk kemaslahatan umat Islam," yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta, beberapa waktu lalu.
"Pendapat itu ngawur, yang terjadi pergeseran hanya di masjid-masjid yang berlokasi di daerah gempa seperti Yogyakarta, Tasikmalaya dan Sumatera Barat," kata Rohadi seraya menambahkan pergeseran maksimal sampai 20 derajat.
Namun demikian, lanjut Rohadi, pengurus masjid apabila mengetahui kalau masjid yang diigunakan bergeser cukup dibetulkan tidak harus membongkar semua bangunan. "Kalau terjadi pergeseran diubah shafnya saja, tidak perlu dibongkar," tambahnya.
Menurut dia, salah kiblat tidak terlalu mempengaruhi makna dan kekhusyukan shalat dari shalat tersebut, karena semua tergantung niat. "Tidak jadi permasalahan, shalatnya sah," tandas Rohadi.
Untuk meluruskan masalah kiblat ini, kata Rohadi, Kementerian Agama telah membentuk sebuah tim yang siap turun ke masing-masing daerah untuk mengukur kembali arah kiblat itu. "Tim pengukuran arah kiblat ini gratis," tandasnya. Adapun peralatan yang digunakan adalah teodolit, JPS dan kompas serta paling utama pengamatan terhadap matahari.
Ditambahkan, untuk mengukur arah kiblat dengan matahari masyarakat pun bisa melakukan pada tanggal 28 Mei mendatang jam 16.18 dan tanggal 16 Juni pukul 16.27 dengan menancapkan sebilah bambu.
"Saat itu posisi matahari persis di atas Ka`bah, maka arah lawan bayangan bambu itu adalah posisi kiblat dari tempat tersebut," jelas Rohadi seperti dilansir situs redmi Depag.
0 komentar:
Posting Komentar